Bani Nadhir adalah sekelompok orang Yahudi yang bertetangga dengan
kaum Mukminin di Madinah. Mereka telah mengadakan perjanjian damai dan
tolong menolong dengan kaum Muslimin, sebagaimana telah diceritakan
terdahulu. Tetapi karakternya yang jahat itu tentulah selalu menggodanya
untuk membatalkan janji dengan kaum Muslimin.
Pada waktu Rasulullah bersama beberapa orang sahabat bertamu di salah
satu rumah mereka, bersepakatlah mereka untuk membunuh Nabi saw. dengan
cara menjatuhkan batu dari loteng. Nabi mendadak bangkit dari tempatnya
bersender, seraya bergegas menuju kota Madinah, guna mengabarkan
rencana pembunuhan dirinya. Sahabat-sahabat yang ikut bersama beliau
tidak mengetahui rencana busuk itu, tetapi Nabi saw. mendapat isyarat
tentang itu. Kepada Muhammad bin Maslamah, Nabi memerintahkan agar
mengultimatum mereka untuk pergi dari perkampungan itu
selambat-lambatnya sepuluh hari setelah dikeluarkan ultimatum tersebut.
Orang-orang Yahudi Bani Nadhir pun sedia untuk keluar dari wilayahnya,
kalau saja tidak dihalang-halangi oleh gembong kaum Munafik, Abdullah
bin Ubay.
Dikirimkannya sepucuk surat yang berisi larangan meninggalkan
perkampungan dan kesediaan mengirimkan 2.000 orang tentara bantuan,
sehingga mereka tidak jadi keluar, bahkan memasang kuda-kuda untuk
melawan pasukan Islam dengan mengirimkan surat kepada Nabi saw. yang
berisikan pernyataan “Sungguh kami tidak akan keluar dari negeri kami,
silahkan anda melakukan apa yang dipandang baik.”
Rasulullah saw. berangkat membawa pasukannya menuju perkampungan Bani
Nadhir, kedatangannya disambut dengan lemparan batu dan anak panah.
Dalam pada itu, bantuan perlengkapan senjata yang dijanjikan Abdullah
bin Ubay kepada mereka ternyata tak kunjung tiba, hal mana membuat
mereka tidak mampu melawan tentara Islam. Akhirnya tak ada pilihan lain
kecuali menyerah. Perlucutan senjata terjadi dengan syarat-syarat:
1. Mereka harus meninggalkan negeri itu, tanpa membawa perlengkapan-perlengkapan perang.
2. Mereka dibolehkan membawa seluruh persediaan sandang dan pangan.
3. Pihak Islam menjamin tidak mengganggu pelaksanaan pengunduran diri mereka dari wilayah itu.
Sebelum menarik diri, orang-orang Yahudi terlebih dahulu merusak
bangunan-bangunan dan rumah-rumahnya, agar tidak dapat dimanfaatkan oleh
kaum Muslimin. Sebagian mereka mengungsi di Khaibar, sebuah kota kecil
yang terletak 100 mil dari Madinah dan sebagian lainnya mengungsi di
wilayah Jursy di sebelah selatan Syam (Syiria). Hanya dua orang saja di
antara mereka yang masuk Islam.
Pada waktu perang Bani Nadhir ini, turunlah kepada Nabi Surat Al-Hasyr, dimana salah satu ayatnya berbunyi:
“Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari
kampung-kampung mereka, pada saat pengusiran yang pertama kali. Kamu
tiada menyangka mereka akan keluar dan mereka pun yakin, benteng-benteng
mereka akan dapat mempertahankan mereka dari siksaan Allah, maka Allah
mendatangkan kepada mereka hukuman dari arah yang tidak mereka
sangka-sangka. Dan Allah mencampakkan ketakutan ke dalam hati mereka,
mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan
tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk
menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan. Dan jika
tidak karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka,
benar-benan Allah mengazab mereka di dunia, Dan bagi mereka di akhirat
ada azab neraka.Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka
menentang Allah dan Rasul-Nya, siapa saja menentang Allah, maka
sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Hasyr: 2-4)