Perang Uhud terjadi pada hari Sabtu tanggal 15 Syawal 3 Hijriah.
Orang-orang Quraisy Makkah berambisi sekali membalas kekalahannya pada
perang Badar Raya. Dipersiapkannya suatu pasukan besar dengan kekuatan
3.000 orang serdadu. Dalam pasukan itu terdapat 700 ratus infanteri, 200
orang tentara berkuda (kavaleni) dan 17 orang wanita. Seorang di antara
mereka yang tujuh belas ini adalah Hindun bin Utbah, isteri Abu Sofyan.
Ayahnya yang bernama Utbah telah terbunuh pada perang Badar
Raya.Pasukan Quraisy ini dipusatkan di suatu lembah di pegunungan Uhud,
suatu pegunungan yang terletak 2 kilometer sebelah utara
Madinah.Menghadapi tantangan ini, Nabi saw. dan beberapa orang
sahabatnya berpendapat kaum Muslimin tidak perlu menemui musuh-musuh
yang sudah siap siaga itu. Sebaliknya orang-orang Islam tetap siaga di
Madinah dengan taktik bertahan (defensif). Akan tetapi sekelompok orang
Islam (Muhajirin dan Anshar) terutama pemuda-pemuda yang tidak ikut
ambil bagian dalam perang Badar mendesak untuk menemui tentara-tentara
Quraisy dan ingin menghajarnya di gunung Uhud. Atas desakan itu Nabi
surut dari pendapatnya semula. Masuklah beliau ke rumahnya, lalu keluar
dalam keadaan sudah siap dengan mengenakan baju besi, menyandang tameng
dan memegang tombak serta pedang.
Melihat gelagat Nabi itu, sebagian sahabat yang tadinya sependapat
dengan beliau menyatakan penyesalannya terhadap orang-orang yang
memaksakan keinginannya untuk berperang. Mereka yang memandang tidak
perlu meladeni tentara-tentara Quraisy tadi mengatakan kepada Nabi,
“Kami tidak mau mengirimmu. Jika engkau tetap setuju berangkat,
berangkatlah; dan jika akan engkau urungkan, urungkanlah.”
Rasulullah saw. menjawab, “Tidak pantas bagi seorang Nabi yang sudah
mengenakan baju besi untuk menanggalkannya kembali, hingga Allah
menetapkan sesuatu baginya dan bagi musuh.”
Kemudian beliau berangkat bersama lebih kurang 1.000 orang tentara.
Dua ratus orang memakai baju besi dan hanya dua orang tentara berkuda.
Setelah berangkat, Nabi Muhammad kembali menyeleksi pasukannya dan
ternyata di dalamnya terdapat ratusan orang Yahudi yang menggabungkan
diri dengan tentara Islam. Mereka itu dipimpin oleh Abdullah bin Ubay
bin Salul. Nabi bertanya kepada sahabat-sahabatnya, “Apakah mereka telah
masuk Islam?” “Belum,” jawab sahabat. Rasulullah memerintahkan, “Usir
mereka dan perintahkan agar kembali ke Madinah. Kita tidak perlu bantuan
orang-orang Musyrik untuk menghadapi orang-orang Musyrikin.”
Mereka yang berjumlah 300 orang itu pun keluar dari pasukan, dan
tinggallah 700 orang pasukan Nabi. Sesampainya di pegunungan Uhud,
segera di lakukan pengaturan pasukan dan pembagian posisi. Lima puluh
personil ditempatkan di sebuah bukit yang terletak di belakang lereng,
di mana pasukan dikonsentrasikan di bawah pimpinan Abdullah bin Jabir
Al-Anshary. Mereka bertugas menghadang pasukan musuh yang akan
rnenyerang dari bukit itu.
Rasulullah mengomandokan kepada penjaga bukit ini, “Siagalah kamu
semuanya, dan jangan sampai musuh-musuh kita menyerbu dari belakang.
Jika pasukan berkuda mereka naik ke posisi kamu, hujanilah kuda-kuda itu
dengan anak panah. Kuda-kuda itu pasti tidak kuat dan takut dengan
panah. Kita selalu akan unggul, manakala kamu tetap berjaga di atas
bukit ini. Ya Allah, sesungguhnya aku yakin Engkau akan menolong
mereka.”
Menurut pendapat lain, ketika itu Nabi mengatakan, “Bila kamu melihat
burung-burung menyambar-nyambar kami yang berada di lereng, maka jangan
kamu kosongkan tempat (bukit) ini, hingga datang perintahku. Dan jika
kamu melihat kami dapat mengalahkan atau dapat menghancurkan mereka
sampai terbunuh semuanya, maka janganlah pula kamu tinggalkan tempat
ini.”
Segala sesuatunya telah diatur dan serbuan pun dimulai. Tentara Islam
berhasil mengungguli musuh dan beberapa di antaranya telah terbunuh
sementara yang lainnya kocar-kacir melarikan diri. Tetapi sayang
tentara-tentara Islam mulai tergiur untuk mengambil harta rampasan yang
ditinggalkan oleh musuh yang lain itu, tak terkecuali regu pengawal
jalur rawan serbuan yang berada di bagian atas bukit. Tidak kurang dan
40 orang di antaranya turun ke lereng untuk ikut serta mengambil harta
rampasan yang begitu banyak, sehingga hanya tinggal sepuluh orang saja
yang berada di atas bukit. Komandannya, Abdullah bin Juber, sebelumnya
telah mengingatkan mereka yang turun itu, tetapi tidak berhasil
menghalanginya. Malah mereka menyanggah sang kornandan dengan kata-kata,
“Tidak perlu lagi kita bersiaga di sini. Bukankah peperangan telah
usai.”
Kelemahan regu pengawal bukit yang hanya berkekuatan sepuluh personal
itu dimanfaatkan Khalid bin Walid yang bertindak sebagai komandan
tentara Makkah. Secepat kilat ia menyerang dan melumpuhkan regu
pengawal, dan turun ke lereng gunung seraya menyerbu habis-habisan dari
belakang. Tibalah giliran pasukan Islam kocar-kacir dibuatnya. Pasukan
musuh balik menyerbu mereka dari setiap sektor, sambil mendekati posisi
Nabi saw. Dalam keadaan posisi yang sangat genting itu disiarkan pula
psywar yang menyatakan Nabi telah terbunuh, sehingga tentara Islam
semakin porak-poranda.
Pada waktu itu Nabi terkena lemparan batu, sampai jatuh pingsan.
Tentu saja semua anak panah musuh terarah kepada beliau. Muka, lutut,
bibir bawahnya luka-luka, sedangkan tutup kepalanya pecah. Posisi Nabi
saw. yang hanya diapit oleh puluhan tentara saja itu, dihujani musuh
dengan anak panah yang memaksa beberapa orang sahabat gugur, karena
menghalangi sampainya anak-anak panah itu ke tubuh Rasulullah saw.
Tercatat di antaranya Abu Dajanah, Saad bin Abi Waqas yang matian-matian
bertahan dengan melontarkan hampir seribu buah anak panah, guna
mengusir musuh.
Selain itu dicatat pula seorang wanita, Ummu Imarah Nusaibah Al
Anshary. Srikandi ini mulanya bertugas sebagai perawat tentara Islam
yang luka-luka, tetapi demi melihat jiwa Nabi terancam maut, segeralah
ia memagari diri Nabi beserta suami dan dua orang putranya, sehingga ia
sendiri tewas. Atas keberaniannya yang luar biasa itu, Rasulullah
berkata kepadanya, “Semoga Allah memberkahi kamu sekeluarga.”
Lalu Nusaibah minta kepada Nabi berdoa agar dapat bersama-sama masuk
surga dengan angota-anggota keluarga yang tewas pada waktu itu. “Ya
Allah, jadikanlah mereka ini sebagai teman-temanku di surga kelak,” ucap
Nabi.
Saat-saat gawat ini diceritakan oleh Nabi saw. kepada
sahabat-sahabatnya, “Wanita yang bernama Nusaibah inilah yang paling
sibuk memberikan perlawanan demi membela aku. Ia menderita dua belas
luka terkena panah dan pedang.”
Pada saat kritis tersebut ada seorang tentara Quraisy yang bernama
Ubai bin Khalaf menyerang Nabi dengan pedang terhunus, sehingga tidak
ada jalan lain buat Nabi selain membela diri. Diambilnya sebatang tombak
terus dilemparkannya ke tubuh Ubai sehingga tidak jadi membunuh Nabi,
karena telah tewas lebih dahulu. Hanya dalam perang Uhud ini Rasulullah
sempat membinasakan jiwa seseorang dan hanya Ubai bin Khalaf inilah yang
mati terkena tombak Nabi, selama masa peperangannya.
Untunglah Rasulullah saw. masih mampu bangkit dan keluar dan lubang tempatnya terperosok dengan bantuan Thalhah bin Ubaidillah.
Melihat sekelompok orang-orang Musyrik Makkah masih berada di atas
gunung, diperintahkannya satu regu untuk mengejarnya, seraya berseru
kepada seluruh pasukan, “Mereka itu tidak pantas mengungguli kita. Ya
Allah, tiada kekuatan bagi kami kecuali karena Engkau.”
Sambil bersiap-siap untuk berlari berkatalah Abu Sofyan, “Hari ini adalah hari pembalasan Perang Badar.”
Perang Uhud ini menelan korban sebanyak 70 orang dari pasukan Islam,
dan 23 dan kaum Musyrikin. Suatu hal yang sangat memiriskan perasaan
ialah peristiwa terbunuhnya Syaidina Hamzah, paman Rasulullah saw.
Begitu beliau terkena panah, menari-narilah Hindun isteri Abu Sofyan,
lalu mendatangi tempat tergeletaknya Hamzah dengan maksud melampiaskan
dendam kesumat atas kematian ayahnya pada perang Badar. Dibelahnyalah
dada mayat Hamzah, diambil hatinya, lalu dikunyah-kunyahnya.
Mengenai Perang Uhud ini terdapat beberapa ayat yang berisi nasihat
pelipur kesedihan kaum Muslimin atas kekalahannya dan mengingatkan akan
sebab-sebab terjadinya kekalahan itu. Dalam surat Ali Imran ayat 138
sampai ayat 142 dan ayat 153 dikatakan, “Dan janganlah kamu lemah
semangat dan janganlah bersedih hati, dan kamulah orang-orang yang lebih
tinggi derajatnya, jika kamu benar-benar beriman. Jika kamu (pada
perang uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum kafir itupun
mendapatkan luka yang serupa. Demikianlah, masa kami pergantikan antara
manusia, agar mereka mendapat pelajaran dan supaya Allah membedakan
orang-orang yang beriman dengan orang-orang yang kafir dan supaya
sebagian kamu gugur sebagai syahid. Dan Allah tidak menyukai orang-orang
yang zalim. Dan agar Allah membersihkan orang-orang beriman (dari
dosa-dosanya) dan membinasakan orang-orang yang kafir. Apakah kamu
mengira kamu akan masuk surga padahal belum nyata bagi Allah orang-orang
yang berjihad di antara kamu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.”
(Ali Imran: 139-142)
“Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janjiNya kepada kamu, ketika
kamu membunuh mereka dengan izin-Nya, sampai pada saat kamu lemah dan
berselisih dalam urusan itu, dan mendurhakai perintah Rasul, sesudah
Allah memperlihatkan kepada kamu sesuatu yang kamu sukai. Di antara kamu
ada pula yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari
mereka, untuk rnenguji kamu, dan sesungguhnya Allah telah memaafkan
kamu. Dan Allah memiliki karunia atas orang-orang beriman. Ingatlah
ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada seorang pun, sedang Rasul yang
berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu. Karena itulah
Allah menimpakan atas kamu kesedihan di atas kesedihan, supaya kamu
tidak bersedih hati terhadap apa-apa yang luput dari sisi kamu dan
terhadap apa yang menimpa kamu. Dan Allah Maha Mengetahui apa-apa yang
kamu lakukan.” (Ali Imran: 152-153)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar